Saturday, September 19, 2015

Apoteker Lalai Memberi Obat, Upaya Hukum ini Dapat Dilakukan

HUKUM, PERLINDUNGAN KONSUMEN - Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (“PP 51/2009”).

Apotek itu sendiri adalah sarana dan salah satu Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, yakni sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kefarmasian di antara fasilitas–fasilitas lainnya seperti instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama.

Standar Pelayanan Kefarmasian

Prinsipnya, dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian. Di samping itu, penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh apoteker.

Jadi, terkait pertanyaan Anda soal pemberian obat dari apoteker kepada pasien, ada standar pelayanan yang wajib dipatuhi oleh apoteker yang bersangkutan. Standar pelayanan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (“Permenkes 35/2014”). Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.

Menurut Permenkes 35/2014 ini, Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu:
  1. Kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
  2. Pelayanan farmasi klinik.

Apoteker sebagai Pelaku Usaha

Apoteker dapat mendirikan apotek dengan modal sendiri dan/atau modal dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan. Ini menunjukkan bahwa apoteker bertindak juga sebagai pelaku usaha dan pasien bertindak sebagai konsumen, yakni pemakai jasa layanan kesehatan. Oleh karena itu, hubungan hukum yang terjadi di antara keduanya adalah hubungan pelaku usaha dan konsumen yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU Perlindungan Konsumen”).

Terkait pertanyaan Anda soal kelalaian dalam memberikan obat, sebagai pelaku usaha, apoteker salah satunya dilarang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jika pelaku usaha melanggar kewajiban ini, maka ia dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Standar Pelayanan Kefarmasian Terkait Pemberian Obat oleh Apoteker

Standar yang dipersyaratkan ini menjadi tolak ukur untuk menilai kelalaian apoteker dalam memberikan obat. Secara umum, standar-standar pelayanan Kefarmasian itu antara lain adalah:

  1. Peran Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien yang membutuhkan.
  2. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan dan mengidentifikasi, mencegah, serta mengatasi masalah terkait Obat (drug related problems), masalah farmakoekonomi, dan farmasi sosial (sociopharmacoeconomy)

Sedangkan secara khusus, terkait pemberian obat, standar pelayanan kefarmasian atau yang khususnya dikenal sebagai Pelayanan farmasi klinik yang wajib dipatuhi apoteker adalah:
  1. pengkajian Resep; meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis
  2. dispensing;terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat
  3. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
  4. konseling;
  5. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care);
  6. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan
  7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

Dari sejumlah pelayanan farmasi klinik di atas, terkait pertanyaan Anda, kami akan berfokus pada poin kedua soal penyerahan obat. Inilah hal-hal yang wajib dilakukan apoteker setelah penyiapan obat dan menyerahkan obat kepada pasien:
  1. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep);
  2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien;
  3. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien;
  4. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat;
  5. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang terkait dengan obat antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat dan lain-lain;
  6. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil;
  7. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya;
  8. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh apoteker (apabila diperlukan);
  9. Menyimpan resep pada tempatnya;
  10. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien.

Hal-hal di atas dapat dijadikan ukuran untuk menilai apakah apoteker tersebut benar-benar melalaikan kewajibannya dalam pemberian obat kepada pasien atau tidak.

Di samping itu, profesi apoteker juga mengacu pada Kode Etik Apoteker Indonesia dan apabila apoteker lalai dalam melaksanakan kewajiban dan tugasnya maka apoteker dapat dikenakan sanksi oleh Ikatan Apoteker Indonesia. Pasal 9 Kode Etik Apoteker Indonesia:

“Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarakat, menghormati hak pasien, dan melindungi makhluk hidup insani.”

Salah satu penjabarannya: seorang apoteker harus yakin bahwa obat yang diserahkan kepada pasien adalah obat yang terjamin mutu, keamanan, khasiat, dan cara pakai obat yang tepat.

Apabila apoteker melakukan pelanggaran kode etik ini, terhadap apoteker tersebut dapat dikenakan sanksi organisasi, berupa: pembinaan, peringatan, pencabutan keanggotaan sementara, dan pencabutan keanggotaan tetap.

Langkah Hukum Jika Pasien Dirugikan atas Apoteker yang Lalai
Pasien yang dirugikan dapat melaporkan apoteker yang bersangkutan kepada pihak berwajib untuk diproses secara pidana atau melakukan gugatan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (“BPSK”), yakni badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.

Tugas dan wewenang BPSK ini adalah:
  • melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara konsiliasi, mediasi atau arbitrase;
  • menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

Penjelasan lebih lanjut soal BPSK dapat Anda simak dalam artikel Menggugat Restoran ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

Dasar Hukum:
  1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
  2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian;
  3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek;
  4. Kode Etik Apoteker Indonesia.

1 comment:

  1. 3D titanium dab nail and nail replacement tool for iPhone, Android
    3D head titanium ti s6 titanium dab nail replacement tool for titanium hoop earrings iPhone, Android, Mac, Windows babyliss pro nano titanium straightener Phone, Windows titanium ore terraria Phone, titanium welder Mac.

    ReplyDelete