HUKUM, KENEGARAAN - Selama ini kategori Perda yang bermasalah merujuk pada dua hal penting, yaitu Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum, dan Perda yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lebih tinggi.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam artikel Perda Bermasalah, Buah Otonomi Kebablasan, secara teoritis, suatu Perda dikatakan bertentangan dengan kepentingan umum apabila pemberlakuan Perda tersebut berakibat terganggunya kerukunan antar warga masyarakat, pelayanan umum, dan ketentraman/ketertiban umum.
Bisa pula karena kebijakan yang tertuang di dalamnya bersifat diskriminatif. Jadi, dapat diyakini, apabila dipaksakan keberlakuannya maka akan menimbulkan konflik di masyarakat. Sebagai contoh, banyak pengusaha dan warga masyarakat yang merasa keberatan dengan adanya pungutan ganda dalam perizinan. Pungutan ganda mengakibatkan disinsentif ekonomi yang dapat merusak pola perdagangan, inventasi dan produk yang konsekuensinya menyebabkan ekonomi biaya tinggi (higt cosh economy).
Sedangkan Perda yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi adalah Perda yang baik prosedur pembentukan dan atau isinya bertentangan dengan Peraturan Pemerintah, Undang-Undang, dan peraturan peraturan perundang-undangan lain yang dalam tata urutan berada di atas Perda.
Oleh karena itu, guna menyederhanakan jawaban kami, kami asumsikan masalah yang ada dalam perda tata ruang kota sebagaimana dalam pertanyaan Anda adalah karena perda itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Peninjauan Kembali
Memutus permohonan Peninjauan Kembali (“PK”) putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap adalah salah satu tugas dan wewenang Mahkamah Agung (“MA”).]Jadi, di sini kami luruskan bahwa istilah peninjauan kembali terhadap suatu peraturan daerah (“perda”) tidak tepat karena peninjauan kembali dilakukan terhadap putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, bukan terhadap suatu peraturan daerah. Penjelasan lebih lanjut soal peninjauan kembali dapat Anda simak dalam artikel Alasan Peninjauan Kembali Boleh Berkali-Kali.
Uji Materiil
Istilah yang tepat untuk pengujianperda tentang tata ruang kota itu adalah uji materiil. Perlu diketahui, uji materiil ini merupakan salah satu cakupan judicial review. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam artikel Perbedaan Judicial Review dengan Hak Uji Materiil.
Yang dimaksud dengan hak uji materiil adalah hak Mahkamah Agung untuk menilai materi muatan peraturan perundang-undangan di bawah Undang-undang terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Uji materiil terhadap perda ini masih merupakan lingkup tugas dan wewenang MA sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 24A ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”):
“MA berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.”
Dalam hal suatu peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang diduga bertentangan dengan undang-undang, pengujiannya dilakukan oleh MA. Ini berarti, jika memang suatu perda dinilai bertentangan dengan undang-undang, maka terhadap perda tersebut dapat dilakukan uji materiil. Perda, baik itu perda provinsi maupun perda kabupaten/kota adalah salah satu jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. Jadi, perda bisa dimintakan uji materilnya ke MA.
Prosedur Uji Materiil Perda di MA
Terhadap suatu Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dapat dimohonkan suatu keberatan secara langsung kepada MA, atau dapat disampaikan melalui Pengadilan Negeri yang membawahi wilayah tempat kedudukan Pemohon.
Mengacu pada UU MA beserta perubahannya, prosedur mengajukan uji materil perda ke MA adalah sebagai berikut:
1. Permohonan pengujian Perda diajukan langsung oleh pemohon atau kuasanya kepada MA dan dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia
2. Permohonan ini hanya dapat dilakukan oleh pihak yang menganggap haknya dirugikan oleh berlakunya Perda, yaitu:
a. perorangan warga negara Indonesia;
b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang; atau
c. badan hukum publik atau badan hukum privat.
3. Permohonan sekurang-kurangnya harus memuat:
a. nama dan alamat pemohon;
b. uraian mengenai perihal yang menjadi dasar permohonan dan menguraikan dengan jelas bahwa:
1) materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian Perda dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; dan/atau
2) pembentukan peraturan perundang-undangan tidak memenuhi ketentuan yang berlaku; dan
c. hal-hal yang diminta untuk diputus.
4. Permohonan pengujian dilakukan oleh MA paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan
5. Dalam hal MA berpendapat bahwa pemohon atau permohonannya tidak memenuhi syarat, amar putusan menyatakan permohonan tidak diterima
6. Dalam hal MA berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan
Contoh Perda yang Pernah Diuji ke MA
Contoh Perda yang Pernah Diuji ke MA adalah Pasal 30 Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur (“Perda Papua 6/2011”). Melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor 16 P/Hum/2012 Tahun 2012, MA mencabut Perda Papua 6/2011.(dow/dbs)
Dasar Hukum:
1. Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah terakhir kalinya dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung;
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
4. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil;
5. Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur.
No comments:
Post a Comment